Jelaskan alasan perubahan sila 1 rumusan dasar negara Piagam Jakarta

Discussion in 'PPkn' started by gurumonica, Dec 29, 2015.

ads

  1. gurumonica

    gurumonica Administrator Staff Member

    Jelaskan alasan perubahan sila 1 rumusan dasar negara Piagam Jakarta ?

    Latar Belakang Rumusan Pancasila

    Piagam Jakarta dilakukan setelah sidang peryama BPUPKI diadakan untuk membahas tentang dsar negara Republik Indonesia. Hasil rapat dari Piagam Jakarta berisi garis-garis perlawanan pada paham imperialis dan kolonialisme. Sebelum rapat tentang dasar negara itu, banyak pendapat dari para ahli yang merumuskan unsur-unsur dari dasar negara.

    Pada tanggal 1 Juni 1945 lahir rumusan Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno, sehingga saat itu dijadikan sebagai lahirnya Pancasila. Rumusan Pancasila itu dipengaruhi oleh berbagai sumber budaya berbeda yang mendominasi Indonesia, yaitu dari etnis Cina (San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen), Belanda (internasionalisme kosmopolitanisme), dan etnis Islam.

    Berikut ini lima sila yang dirumuskan oleh Bung Karno:
    1. Kebangsaan Indonesia
    2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
    3. Mufakat atau demokrasi
    4. Kesejahteraan sosial
    5. Ke-Tuhanan
    Lalu, setelah rumusan itu dikeluarkan, Bung Karno membentuk suatu panitia kecil beriisi 9 anggota yang bertugas untuk:
    • Merumuskan kembali dasar negara yaitu Pancasila
    • Membuat dokumen sebagai teks untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia
    • Mempersiapkan hal lain untuk memproklamirkan kemerdekaan
    Setelah menjalankan banyak pertemuan, panitia sembilan merumuskan “Piagam Jakarta” yang berisi sila-sila dalam Pancasila yang dikembangkan dari hasil rumusan Bung Karno, yaitu:
    1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
    2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
    3. Persatuan Indonesia
    4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
    5. Keadilan sosial bagi seluruh Indonesia
    Perdebatan Mengenai Rumusan Piagam Jakarta

    Tepat sebelum proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 pukul empat pagi, diadakan pertemuan tergesa-gesa oleh perwira Jepang tersebut karena pengumuman Pancasila dari Piagam Jakarta menoreh banyak keluhan terutama dari etnis non-Islam, mengenai sila pertama.

    Pada hari itu, Bagian Indonesia Timur mengeluhkan sila pertama dan menginginkan dihilangkan 7 kata yaitu “.. dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Keluhan itu disampaikan pada Nishijama, seorang opsir Jepang yang bertugas di Indonesia Timur.

    Kemudian usulan itu disampaikan kepada wakil pemuka agama Kristen dan Katolik, dan mereka pun sangat keberatan terhadap bagian kalimat tersebut. Mereka berkata bahwa bagian itu tidak bisa mengikat orang di luar Islam. Bahkan hal itu disebut sebagai diskriminasi terhadap golongan minoritas.

    Moh. Hatta berpikir, walaupun bukan maksud diskriminasi dibuat sila pertama tersebut, namun karena Pancasila dijadikan sebagai dasar konstitusi negara, maka sila pertama diubah sedikit demi menghindari kesan diskriminasi tersebut dari para golongan minoritas.

    Kemudian pada hari tepat sebelum proklamasi itu diadakan rapat yang dipimpin Soekarno pada jam 11.30-13.45, dengan putusan mengenai Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila yang sempat telah disahkan tanggal 22 Juni 1945 itu. Hasil dari putusan itu adalah:

    1. Kata “Mukaddimah” diganti dengan kata “Pembukaan”
    2. Dalam kalimat Piagam Jakarta yang mengatakan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan “berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa”.
    3. Pada UUD 1945 pasal 6 ayat 1 kalimat “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam” serta kata “dan beragama Islam” DICORET
    4. Pada UUD 1945 pasal 29 ayat 1 kalimat “Negara berdasarkan atas Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan kalimat “Negara yang berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa”.
    Sempat ada perdebatan lainnya atas rasa tidak puas tokoh Islam Prawoto Mangkusasmito dan para tokoh nasionalis sekuler lainnya karena mengatakan Moh. Hatta dan Soekarno telah menyia-nyiakan Piagam Jakarta yang telah memeras otak dan tenaga Panitia Sembilan. Namun, pada akhirnya para tokoh Islam saat itu pun memilih jalan damai walaupun merasa dikhianati dari penggantian tujuh kata tersebut.
     

    ads

ads

Share This Page